Sabtu, 14 Mei 2011

MASALAH POKOK PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MASALAH POKOK PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Hubungan Pengangguran dan Inflasi Perekonomian di Indonesia
Pengangguran dan Pengertiannya

Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak
dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai
macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis, pengangguran
friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran,
masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan
berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama
rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi
manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk
sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju,
pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif
lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya
efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan
sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat
pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan
pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada tahun 1997 jumlah
pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10% dari sekitar 90 juta
angkatan kerja yang ada di Indonesia, dan jumlah inipun belum mencakup
pengangguran terselubung. Jika persentase pengangguran total dengan
melibatkan jumlah pengangguran terselubung dan terbuka hendak dilihat
angkanya, maka angkanya sudah mencapai 40% dari 90 juta angkatan kerja yang
berarti jumlah penganggur mencapai sekitar 36 juta orang. Adapun
pengangguran terselubung adalah orang-orang yang menganggur karena bekerja
di bawah kapasitas optimalnya. Para penganggur terselubung ini adalah
orang-orang yang bekerja di bawah 35 jam dalam satu minggunya. Jika kita
berasumsi bahwa krisis ekonomi hingga saat ini belum juga bisa terselesaikan
maka angka-angka tadi dipastikan akan lebih melonjak.

Masalah Pengangguran dan Inflasi
Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju inflasi nasional mampu
dipertahankan di bawah angka sepuluh persen, namun pada tahun 1997 laju
inflasi akhirnya menembus angka dua digit, yaitu 11,05 persen. Laju inflasi
tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47
persen. Hal itu terjadi, di samping karena kemarau panjang, antara lain juga
akibat krisis moneter yang akhirnya melebar jadi krisis ekonomi. Inflasi
bulan Desember 1997 saja tercatat 2,04 persen. Dengan angka inflasi 11,05
persen, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka
inflasi tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini.
Tingginya angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan
penawaran barang dan jasa.

Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita lebih banyak
dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita mengambil
kesimpulan mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa ternyata laju inflasi
tidak semata ditentukan faktor moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat
faktor yang menentukan tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang
tunai maupun giro. Kedua, perbandingan antara sektor moneter dan fisik
barang yang tersedia. Ketiga, tingkat suku bunga bank juga ikut mempengaruhi
laju inflasi. Suku bunga di Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan
negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik
prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah
yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM
ini telah menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001 menjadi 1,67 persen.
Dampak ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan
sumbangan inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan pun
masih menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001, menjadi
pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan BBM tersebut
cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat menimbulkan
multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang lainnya yang dalam
proses produksi maupun distribusinya menggunakan BBM.

Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli masyarakat.
Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti sebelumnya, para pekerja
harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar tingkat inflasi. Kalau tidak,
rakyat tidak lagi mampu membeli barang-barang yang diproduksi. Jika
barang-barang yang diproduksi tidak ada yang membeli maka akan banyak
perusahaan yang berkurang keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan
berkurang maka perusahaan akan berusaha untuk mereduksi cost sebagai
konsekuensi atas berkurangnya keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan
mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja/buruhnya dengan mem-PHK
para buruh. Salah satu dari jalan keluar dari krisis ini adalah menstabilkan
rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya tergantung kepada money
suplly dari IMF, tetapi juga investor asing (global investment society)
mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital inflow). Karena hal inilah
maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam rangka mengendalikan
angka pengangguran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar